Thursday, October 23, 2014

Hujan Pertanda

Sinar mentari perlahan menghilang.
Hanya ada awan hitam.
Aku masih menunggu pelangi datang.
Namun semua berubah kelam.

Aku tak pernah ingin membenci hujan.
Bahkan setiap rintiknya sangat meneduhkan.
Tapi lagi-lagi hujan menghadirkan kesedihan.
Atau memang ini pertanda dari semua kegelisahan.

Di kala rintik itu, aku melihat tawamu.
Nampak tak seperti dulu.
Apakah hujan telah membasuh lukamu?
Sehingga kau tampak sebahagia itu.




Thursday, October 16, 2014

Rindu Menggebu

Aku rindu.
Ketika tatap mata kita saling bertemu.
Saat candamu melebur amarahku.
Semua ulahmu yang selalu menjengkelkan itu.

Aku rindu.
Pada aroma tubuhmu yang selalu memberi kenyamanan saatku di dekatmu.
Hangat tubuhmu yang pernah memelukku.
Genggam tanganmu yang mampu menenangkanku.

Tapi saat ini kau menjauh.
Tak dapat ku sentuh.
Lelah mengejar bayangmu, ku terjatuh.
Kehilangan sosokmu, aku rapuh.

Aku sangat rindu.
Sungguh merindukan kebersamaan kita dulu.
Tidakkah kau merindukan itu semua?
Karena ku disini amat tersiksa.

Di batas rindu yang menggebu,
Aku hanya bisa menatapmu.
Memelukmu dan mendekapmu,
Dalam mimpi yang berujung kelabu.

Tuesday, October 14, 2014

Sepi Menghilang

Ketika senja muncul dengan semburat warna jingga.
Terngiang alunan indah suaramu.
Melodi seolah menceritakan hati yang lara.
Sendu nampak pada parasmu.

Apa yang coba kau sembunyikan?
Mengapa tak kau sampaikan?
Kenapa terdiam?
Sengaja kah kau pendam?

Diam mu itu aku tak mengerti.
Waktu silih berganti.
Kau masih saja berdiam diri.
Aku disini terundung sepi.

Aku tak melihat tawa.
Tak juga amarah.
Canda hilang entah kemana.
Hanya tersirat hati yang gundah.

Hati ku terus bertanya.
Namun tak ada kata yang terucap.
Ku menunggu kau mengucap sepatah kata.
Tapi tak pernah terungkap.

Kubiarkan kau diam.
Biarkan rahasia terkubur dalam.
Seperti senja yang perlahan tenggelam.
Berganti malam yang kelam.

















Thursday, October 2, 2014

Hati yang Tak Henti Menanti

Jika bisa memilih, aku ingin membencimu.
Namun aku terlalu ingin mencintaimu.

Aku selalu ingin mengabaikanmu.
Tapi semua hal tentangmu, bahkan tak pernah luput dari pandanganku.

Aku sangat ingin melupakanmu.
Akan tetapi nampaknya semua ingatanku sudah terisi olehmu.

Aku tak pernah bisa berhenti peduli.
Tak pernah bisa berhenti mencintai.
Tak pernah bisa menyudahi.
Namun tak pernah juga bisa memiliki.

Aku cemburu pada ia yang kau cinta begitu dalamnya.
Sehingga tak ada sedikitpun ruang tersisa.
Ingatanmu tentang dia, yang tak pernah ingin kau lupakan.
Membuatku disini kau abaikan.

Aku yang selalu merindukan.
Sementara sedikitpun aku tak pernah ada dalam ingatan.
Mungin aku hanya bentuk pelarian.
Mungkin juga sebagai teman gurauan.

Pada hatimu lah aku terikat.
Namun cinta ku tak pernah kau sambut erat.
Kau yang telah membuatku jatuh terpikat.
Sehingga kini aku pun terjerat.

Setiap kali, kau tak sadari.
Bahwa disini ada hati yang terus menanti.
Sekalipun kau pergi, ia tak pernah berhenti.
Namun kau tak pernah bisa pahami.

Kau masih saja terus mencintai dia yang telah lama pergi.
Bergelut dengan masa lalu yang tak pernah ingin kau sudahi.
Sementara ku disini, menanti.
Menunggumu menyambut hati ini.
Tapi entah kapan kau bisa sadari.
Atau memang tak akan pernah terjadi.